LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL
LAPORAN
PENDAHULUAN
KLIEN
DENGAN GANGGUAN ISOLASI SOSIAL
I.
DIAGNOSA KEPERAWATAN:
ISOLASI SOSIAL
II.
PROSES TERJADINYA MASALAH
A. PENGERTIAN
-
Menurut
Depkes RI (2000), kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gangguan
interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel
menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan
sosial.
-
Menurut
Balitbang (2007), merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan
orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan
dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimaifestasikan dengan
mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup berbagi pengalaman.
-
Menurut
Stuart dan Sundeen (1998), kerusakan interaksi sosial adalah suatu gangguan
kepribadian yang tidak fleksibel, tingkah maladaptif, dan mengganggu fungsi
individu dalam hubungan sosialnya.
-
Menurut
Towsend (1998), kerusakan interkasi sosial adalah suatu keadaan dimana sesorang
berpartisipasi dalam pertukaran sosial dengan kuantitas dan kualitas yang tidak
efektif. Klien yang mengalami kerusakan interkasi sosial mengalami kesulitan
dalam berinterkasi dengan orang lain salah satunya mengarah pada menarik diri.
-
Menurut
Rawlins, 1993 dikutip Keliat (2001), menarik diri merupakan percobaan untuk
menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang
lain.
B. RENTANG RESPON
B. RENTANG RESPON
Berikut
ini akan dijelaskan tentang rentang respons yang terjadi pada isolasi sosial:
-
Repons
adaptif
Respons adapti f adalah respons yang masih dapat
diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku.
Dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas normal ketika
menyelesaikan masalah. Berikut ini adalah sikap yang termasuk respons adaptif.
a.
Menyendiri,
respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah terjadi di
lingkungan sosialnya.
b.
Otonomi,
kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan
dalam hubungan sosial.
c.
Bekerja
sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.
d.
Interdependen,
saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan
interpersonal.
-
Respons
maladaptif
Respons maml adaptif adalah respons yang menyimpang
dari norma sosial dan kehidupan suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang
termasuk respons maladaptif.
a.
Menarik
diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka
dengan orang lain.
b.
Ketergantungan,
seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan
orang lain.
c.
Manipulasi,
seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak
dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
d.
Curiga,
seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.
C. FAKTOR
PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI
a.
Faktor
Predisposisi
-
Faktor
tumbuh kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada
tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan
sosial.
bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan mengahambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah. (Ade Herman, 2011)
bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan mengahambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah. (Ade Herman, 2011)
Tahap perkembangan
|
Tugas
|
Masa bayi
|
Menetapkan rasa percaya
|
Masa bermain
|
Mengembangkan otonomi dan awal
perilaku mandiri
|
Masa pra sekolah
|
Belajar menunjukkan inisiatif
rasa tanggung jawab dan hati nurani
|
Masa sekolah
|
Belajar berkompetisi, bekerja
sama, dan berkompromi
|
Masa pra remaja
|
Menjalin hubungan intim dengan
teman sesama jenis kelamin
|
Masa remaja
|
Menjadi intim dengan teman
lawan jenis atau bergantung
|
Masa dewasa muda
|
Menjadi saling bergantung
antara orang tua dan teman, mencari pasangan, menikah dan mempunyai anak
|
Masa tengah baya
|
Belajar menerima hasil
kehidupan yang sudah dilalui
|
Masa dewasa tua
|
Berduka karena kehilangan dan
mengembangkan perasaan keterkaitan dengan budaya
|
Sumber:
Stuart dan Sundeen (1995), hlm.346 dikutip dalam Fitria (2009)
-
Faktor
komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang
termasuk masalah dalam berkomunikasi sehiungga menimbulkan ketidakjelasan
(double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima
pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang
tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan du
luar keluarga. (Ade Herman 2011)
-
Faktor
sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari
lingkungan sosial merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Halini disebabkan oleh norma-norma yang dianut oleh keluarga,
dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut,
berpenyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
(Ade Herman, 2011)
-
Faktor
biologis
Faktor biologis juga nerupakan salah satu faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat
mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada
klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki
struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran
dan bentuk sel-sel dalam limbic dan daerah kortikal. (Ade Herman, 2011)
b.
Faktor
Presipitasi
Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat
ditimbulkan oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor
presipitasi dapat dikelompokkan sebagai berikut:
-
Faktor
eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu
stress yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.
-
Faktor
internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress
terjadi akibat ansietas atau kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi
bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas
ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau
tidak terpenuhinya kebutuhan individu. (Ade Herman, 2011)
D. MEKANISME
KOPING
Individu yang mengalami respon sosial maladaptif
menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme
tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik (Gall, W
Stuart 2006).
Koping
yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial antara lain proyeksi,
splitting dan merendahkan orang lain, koping yang berhubungan dengan gangguan
kepribadian ambang splitting, formasi reaksi, proyeksi, isolasi, idealisasi
orang lain, merendahkan orang lain dan identifikasi proyektif.
E. POHON MASALAH
I.
MASALAH/DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG
MUNCUL (PERLU DIKAJI)
Masalah/Diagnosa
keperawatan
|
Data yang perlu diambil
(Lynda Jual)
|
Isolasi sosial
|
DS:
-
Klien mengatakan malas bergaul
dengan orang lain.
-
Klien mengatakan dirinya tidak
ingin ditemani perawat dan meminta untuk sendirian.
-
Klien mengatakan tidak mau
berbicara dengan orang lain.
-
Tidak mau berkomunikasi.
-
Data tentang klien biasanya
didapat dari keluarga yang mengetahui keterbatasan klien (suami, istri, anak,
ibu, ayah, atau teman dekat)
DO:
-
Kurang spontan
-
Apatis (acuh terhadap
lingkungan)
-
Ekspresi wajah kurang berseri
-
Tidak merawat diri dan tidak
memperhatikan kebersihan diri.
-
Tidak ada atau kurang komunikasi
verbal
-
Mengisolasi diri
-
Tidak atau kurang sadar terhadap
lingkungan sekitarnya
-
Asupan makanan dan minuman
terganggu
-
Retensi urine dan feses
-
Aktivitas menurun
-
Kurang berenergi atau bertenaga
-
Rendah diri
-
Postur tubuh berubah, misalnya
sikap fetus atau janin (khususnya pada posisi tidur)
|
II.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Isolasi diri
2.
Harga diri rendah kronis
3.
Perubahan persepsi sensori :
Halusinasi
4.
Koping individu tidak efektif
5.
Koping keluarga tidak efektif
III.
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Tujuan
|
Kriteria evaluasi
|
Intervensi
|
Pasien mampu :
-
Menyadari penyebab isolasi
sosial
-
Berinteraksi dengan orang lain
|
Setelah ... x pertemuan,
paien mampu :
-
Membina hubungan saling percaya
-
Menyadari penyebab isolasi
sosial, keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain.
-
Melakukan interaksi dengan orang
lain secara bertahap
|
SP 1
Ø Identifikasi penyebab
-
Siapa yang satu rumah dengan
pasien
-
Siapa yang dekat dengan pasien
-
Siapa yang tidak dekat dengan
pasien
Ø Tanyakan keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain
-
Tanyakan pendapat pasien tentang
kebiasaan berinterkasi dengan orang lain.
-
Tanyakan apa yang menyebabkan
pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain.
-
Diskusikan keuntungan bila
pasien memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka.
-
Diskusikan kerugian bila pasien
hanya mengurung diri dan dan tidak
bergaul dengan orang lain.
-
Jelaskan pengaruh isolasi sosial
terhadap kesehatan fisik pasien.
Ø Latihan berkenalan
-
Jelaskan kepada klien cara
berinteraksi dengan orang lain.
-
Berikan contoh cara berinteraksi
dengan orang lain.
-
Beri kesempatan pasien
mempraktikkan cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan dihadapan
perawat.
-
Mulailah bantu pasien
berinteraksi dengan satu orang teman/anggota keluarga.
-
Bila pasien sudah menunjukkan
kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan 2,3,4 orang dan seterusnya.
-
Beri pujian untuk setiap
kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien.
-
Siap mendengarkan ekspresi
perasaan pasien setelah berinteraksi dengan orang lain, mungkin pasien akan
mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya, beri dorongan terus menerus
agar pasien tetao semangat meningkatkan interkasinya.
Ø Masukkan jadwal kegiatan pasien
|
SP 2
-
Evaluasi kegiatan yang lalu (SP
1)
-
Latih berhubungan sosial secara
bertahap
-
Masukkan dalam jadwal kegiatan
pasien.
|
||
SP 3
-
Evaluasi kegiatan yang lalu (SP
1 dan 2)
-
Latih cara berkenalan dengan dua
orang atau lebih
-
Masukkan dalam jadwal kegiatan
pasien
|
DAFTAR PUSTAKA
1.
Dalami, Ernawati. 2009. Asuhan
Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta : CV. Trans Info Media
2.
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan
Jiwa. Bandung : PT. Refika Aditama
3.
Herman Surya Direja, Ade. 2011.
Asuhan Keperawatan Tujuh Diagnosa Keperawatan Jiwa. Yogayakarta : Nutia Medika
4.
Keliat, Budi Ana. 2005. Proses
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC
Comments
Post a Comment