LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN
LAPORAN PENDAHULUAN
KLIEN DENGAN GANGGUAN
PERILAKU KEKERASAN
I.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN:
PERILAKU
KEKERASAN
II.
PROSES
TERJADINYA MASALAH
A.
PENGERTIAN
-
Perilaku kekerasan
adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain,
disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (kudumawati dan
hartono , 2010)
-
Perilaku kekerasan
merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1995)
-
Perilaku kekerasan atau
agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai orang lain
secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, dalam Harnawati, 1993)
-
Setiap aktifitas bila
tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Stuart dan Sundeen, 1998)
-
Suatu keadaan dimana
individu mengalami perilaku yang dapat melukai secara fisik baik terhadap diri
sendiri atau orang lain (Towsend, 1998)
-
Suatu keadaan dimana
klien mengalami perilaku yang dapat membahayakan klien sendiri, lingkungan
termasuk orang lain, dan barang-barang (Maramis, 1998)
-
Perilaku kekerasan
dapat dibagi menjadi dua menjadi perilaku kekerasan secara verbal dan fisik
(Ketner et al., 1995)
Keterangan:
1.
Asertif
Individu dapat mengungkapkan
marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan ketenangan.
2.
Frustasi
Individu gagal mencapai
tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan alternatif.
3.
Pasif
Individu tidak dapat
mengungkapkan perasaannya.
4.
Agresif
Perilaku yang menyertai
marah, terdapat dorongan untuk menuntut tetapi masih terkontrol.
5.
Kekerasan
Perasaan marah dan
bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol.
C.
FAKTOR
PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI
Menurut Ade Herman
(2011), faktor predisposisi dan faktor presipitasi pada gangguan perilaku
kekerasan sebagai berikut:
1. Faktor
Predisposisi
a. Faktor psikologis
-
Terdapat asumsi bahwa
seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan akan timbul dorongan
agresif yang memotivasi perilaku kekerasan.
-
Berdasarkan penggunaan
mekanisme koping individu dan masa kecil yang tidak menyenangkan.
-
Rasa frustasi
-
Adanya kekerasan dalam
rumah tangga, keluarga atau lingkungan.
-
Teori psikoanalitik,
teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat
mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.
Agresi dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri serta memberikan arti dalam kehidupannya. Teori lainnya
berasumsi bahwa perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri
pelaku tindak kekerasan.
-
Teori pembelajaran,
perilaku kekerasan merupakan perilaku yang dipelajari, individu yang memiliki
pengaruh biologik terhadap perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi
oleh contoh peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor predisposisi
biologik.
b. Faktor
sosial budaya
Seseorang akan
berespons terhadap peningkatan emosionalnya secara agresif sesuai dengan
respons yang dipelajarinya. Sesuai dengan teori menurut Bandura ahwa agresif
tidak berbeda dengan respons-respons yang lain. Faktor ini dapat dipelajari
melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan makan
semakin besar kemungkinan terjadi. Budaya juga dapat mempengaruhi perilaku
kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi marah yang dapat
diterima dan yang tidak dapat diterima.
Kontrol masyarakat yang
rendah dan kecenderungan menerima perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian
masalah dalam masyarakat. Merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku
kekerasan.
c. Faktor
biologis
Berdasarkan hasil
penelitian pada hewan, adanya pemeberian stimulus elektris ringan pada
hipotalamus (sistem limbik) ternyata menimbulkan perilaku agresif, dimana jika
terjadi kerusakan fungsi limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal
(untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi indera
penciuman dan memori) akan menimimbulkan mata terbuka lebar, pupil berdilatasi,
dan hendak menyerang objek yang ada disekitarnya.
Selain itu berdasarkan
teori biologic, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi seseorang melakukan
perilaku kekerasan, yaitu sebagai berikut:
-
Pengaruh neuro
fisiologik, beragam komponen sistem neurologis mempunyai implikasi dalam
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif, sisem limbik sangat terlibat dalam
menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respons agresif.
-
Pengaruh biokimia,
menurut Goldstein dalam Towsend (1996) menyatakan bahwa berbagai
neurotransmitter (epineprin, norepinephrin, dopamine, asetikolin, dan
serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi danmenghambat impuls agresif.
Peningkatan hormon androgen dan norepinephrin serta penurunan serotonin dan
GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal merupakan faktor predisposisi penting
yang menyebabkan timbulnya agresif pada seseorang.
-
Pengaruh genetik,
menurut penelitian perilaku agresif sangat erat kaitannya dengan genetik
termasuk tipe kariotipe XYY, yang umumnya dimiliki oleh penghuni penjara tindak
kriminal (narapidana).
-
Gangguan otak, sindrom
otak organik berhubungan dengan berbagai gangguan serebral, tumor otak
(khususnya pada limbic dan lobus temporal), trauma otak, penyakit ensefalitis,
epilepsy (epilepsy lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.
2. Faktor
Presipitasi
Secara umum seseorang
akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa injuri secara fisik,
psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:
a. Klien:
kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh dengan agresif,
dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
b. Interaksi
: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa
terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal
dari lingkungan.
c. Lingkungan
: panas, padat, dan bising.
Menurut Shives (1998)
dalam Fitria (2009), hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan atau
penganiayaan antara lain sebagai berikut:
-
Kesulitan kondisi
sosial ekonomi
-
Kesulitan dalam
mengkomunikasikan sesuatu
-
Ketidaksiapan seorang
ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuannya dalam menempatka diri sebagai
orang yang dewasa.
-
Perilaku mungkin
mempunyai riwayat antisosial seperti penyalahgunaan obat dan alkohol serta
tidak mampu mengontrol emosi saat menghadapi rasa frustasi.
-
Kematian anggota
keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan
keluarga.
D.
MEKANISME
KOPING
Ø Denial,
mekanisme pertahanan ini cenderung meningkatkan marah seseorang kerena
seringdigunakan untuk mempertahankan harga diri akibat ketidakmampuannya
Ø Sublimasi,
adalah dengan mengalihkan rasa marah pada aktifitas lainnya.
Ø Proyeksi,
juga cenderung meningkatkan ekspresi marah karena individu berusaha
mengekspresikan marahnya terhadap orang/tanda tanpa dihalangi.
Ø Formasi,
adalah perilaku pasif-agresif karena perasaannya tidak dikeluarkan akibat
ketidakmampuannya mengekspresikan kemarahannya atau memodifikasi perilakunya.
Pada saat-saat tertentu individu dapat menjadi agresif secara tiba-tiba.
Ø Represi,
merupakan mekanisme pertahanan yang dapat menimbulkan permusuhan yang tidak
disadari sehingga individu bersifat eksploaltatif, manipulatif, dan ekspresi
lainnya yang mudah berubah.
Perawat
perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat membantu klien
untuk mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam mengekspresikan
kemarahannya. Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan
ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi, represif, denial, dan reaksi
formasi.
Perilaku yang berkaitan
dengan perilaku kekerasan antara lain:
1.
Menyerang atau
menghindar
Pada keadaan ini respon
fisiologis timbul karena kegiatan sistem syaraf otonom bereaksi terhadap
sekresi epineprin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah
merah, pupil melebar, mual, sekresi HCL meningkat, peristaltik gaster menurun,
pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat,
tangan mengepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
2.
Menyatakan secara
asertif
Perilaku yang sering
ditampilkan individu dalam mengeskspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku
pasif, agresif, dan asertif.
Perilaku asertif adalah
cara yang terbaik, individu dapat mengekspresikan cara marahnya tanpa menyakiti
orang lain secara fisik maupun psikologis dan dengan perilaku tersebut individu
juga dapat mengembangkan diri.
3.
Memberontak
Perilaku yang muncul
biasanya disertai kekerasan akibat konflik perilaku untuk menarik perhatian
orang lain.
4.
Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau
amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan
I.
MASALAH/DIAGNOSA
KEPERAWATAN YANG MUNCUL (PERLU DIKAJI)
Masalah/Diagnosa
keperawatan
|
Data
yang perlu diambil (Lynda Jual)
|
Perilaku
Kekerasan
|
DS:
-
Klien mengancam
-
Klien mengumpat
dengan kata-kata kotor
-
Klien mengatakan
dendam dan jengkel
-
Klien mengatakan
ingin berkelahi
-
Klien menyalahkan dan
menuntut
-
Klien meremehkan
DO:
-
Mata
melotot/pandangan tajam
-
Tangan mengepal
-
Rahang mengatup
-
Wajah memerah dan
tegang
-
Postur tubuh kaku
-
Suara keras
|
II.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Perilaku
Kekerasan (Ade Herman, 2011)
III.
RENCANA
TINDAKAN KEPERAWATAN
Tujuan
|
Kriteria evaluasi
|
Intervensi
|
Pasien mampu:
-
Mengidentifikasi
penyebab dan tanda perilaku kekerasan
-
Menyebutkan jenis
perilaku kekerasan yang pernah dilakukan
-
Menyebutkan akibat
dari perilaku kekerasan yang dilakukan
-
Menyebutkan cara
mengontrol perilaku kekerasan
-
Mengontrol perilaku
kekerasannya dengan cara:
-
Fisik
-
Sosial/verbal
-
Spiritual
Terapi psikofarmaka (obat)
|
Setelah...x
pertemuan, pasien mampu:
-
Menyebutkan penyebab,
tanda, gejala, akibat perilaku kekerasan
-
Memperagakan cara
fisik 1 untuk mengontrol perilaku kekerasan.
|
SP 1
-
Identifikasi
penyebab, tanda dan gejala serta akibat perilaku kekerasan
-
Latihan cara fisik 1:
tarik nafas dalam
-
Masukkan dalam jadwal
harian pasien
|
Setelah...x pertemuan, pasien mampu:
-
Menyebutkan kegiatan
yang sudah dilakukan
-
Memperagakan cara
fisik untuk mengontrol perilaku kekerasan
|
SP 2
-
Evaluasi kegiatan
yang lalu (SP 1)
-
Latih cara fisik 2:
pukul kasur/bantal
-
Masukkan dalam jadwal
harian pasien.
|
|
Setelah...x pertemuan, pasien mampu:
-
Menyebutkan kegiatan
yang sudah dilakukan
-
Memperagakan cara
sosial/verbal untuk mengontrol perilaku kekerasan
|
SP 3
-
Evaluasi kegiatan
yang lalu (SP 1)
-
Latih secara
sosial/verbal
-
Menolak dengan baik
-
Meminta dengan baik
-
Mengungkapkan dengan
baik
-
Masukkan dalam jadwal
harian pasien
|
|
|
Setelah...x pertemuan, pasien mampu:
-
Menyebutkan kegiatan
yang sudah dilakukan
-
Memperagakan cara
spiritula
|
SP 4
-
Evaluasi kegiatan
yang lalu (SP 1,2, dan 3)
-
Latih secara spiritual
-
Berdoa
-
Sholat
-
Masukkan dalam jadwal
harian pasien
|
|
Setelah...x pertemuan, pasien mampu:
-
Menyebutkan kegiatan
yang sudah dilakukan
-
Memperagakan cara
patuh obat
|
SP 5
-
Evaluasi kegiatan
yang lalu (SP 1,2,3 dan 4)
-
Latih patuh obat:
-
Minum obat secara teratur
dengan prinsip 5B
-
Susun jadwal minum
obat secara teratur
-
Masukkan dalam jadwal
harian pasien
|
Keluarga mampu:
-
Merawat pasien di
rumah
|
Setelah...x pertemuan, keluarga mampu menjelaskan
penyebab, tanda dan gejala, akibat serta mampu memperagakan cara merawat
|
SP 1
-
Identifikasi masalah
yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
-
Jelaskan tentang
perilaku kekerasan:
-
Penyebab
-
Akibat
-
Cara merawat
-
Latih cara merawat
-
RTL keluarga/jadwal
untuk merawat pasien
|
|
Setelah...x pertemuan, keluerga mampu menyebutkan
kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu merawat serta dapat membuat RTL
|
SP 2
-
Evaluasi kegiatan
yang lalu (SP 1)
-
Latih (stimulasi) 2
cara lain untuk merawat pasien
-
Latih langsung ke
pasien
-
RTL keluarga/jadwal
untuk merawat pasien
|
|
Setelah...x pertemuan, keluarga mampu menyebutkan
kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu merawat serta dapat membuat RTL
|
ST 3
-
Evaluasi SP 1 dan SP
2
-
Latih langsung ke
pasien
-
RTL keluarga/jadwal
keluarga untuk merawat pasien
|
|
Setelah...x pertemuan, keluarga mampu melaksanakan
follow upvdan rujukan serta mampu menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan
|
SP 4
-
Evaluasi SP 1,2, dan
3
-
Latih langsung ke
pasien
-
RTL keluarga
-
Follow up
-
Rujukan
|
Sumber: Ade Herman, 2011
DAFTAR PUSTAKA
1.
Dalami, Ernawati. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.
Jakarta : CV. Trans Info Media
2.
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung : PT. Refika Aditama
3.
Herman Surya Direja, Ade. 2011. Asuhan
Keperawatan Tujuh Diagnosa Keperawatan Jiwa. Yogayakarta : Nutia Medika
4.
Keliat, Budi Ana. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC
Comments
Post a Comment